Kamis, 18 November 2010

MENGENAL BEBERAPA LITERATUR HADITS I


I.                   PENDAHULUAN
الحمد لله احد, الذى لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا احد, والصلاة والسلام على سيدنا محمد وعلى اله واصحابه الى يوم الميعاد
Literature adalah kata dari bahasa asing  yang diindonesiakan menjadi buku-buku1). Jadi dilihat dari judul tulisan ini maka penyusun mengajak sejenak untuk sekilas mengenal beberapa buku/kitab yang menyangkut hadits. Tidak jauh beda dengan kajian lainnya, bahwa pendekatan historis untuk hal ini tak dapat diabaikan. Katakanlah pada periode pertama (Zaman Rasulullah), walaupun hadits banyak disampaikan dengan cara langsung dari mulut ke mulut, periwayatan dilakukan dengan lafdziyah dan ma’nawiyah, dan berstandar kepada ingatan dan hafalan, namun ternyata tidak sedikit di antara Sahabat yang secara pribadi telah berusaha mencatat hadits-hadits Rasulullah. Catatan tersebut dinamakan Shahifah; yaitu catatan hadits-hadits Rasulullah baik di pelepah-pelepah kurma, kulit-kulit kayu dan tulang-tulang hewan. Bahkan para Sahabat yang memiliki Shahifah/catatan hadits ada sekitar 50 orang, dan shahifah-shahifah tersebut memuat lebih dari 10.000 Hadits. Walau demikian hadits masih belum dibukukan.
Periode berikutnya periode kedua (Zaman Khulafaurrasyidin), tidak jauh bedanya dengan masa Rasulullah, bahkan dalam meriwayatkan hadits lebih banyak dilakukan dengan lisan. Demikian pula pada periode ketiga (Masa Dinasti Umayyah hingga akhir abad I H).
Barulah pada periode keempat (abad ke 2 H) tepatnya pada penghujung tahun 100 H, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat instruksi kepada para Gubernurnya dan juga kepada para Ulama untuk membukukan hadits, dengan pertimbangan :
1.      Al-Qur’an telah dibukukan dan telah tersebar luas, sehingga tidak dikhawatirkan lagi bercampur dengan hadits.
2.      Telah makin banyak perawi/penghafal  hadits yang telah meninggal dunia, maka hadits akan terancam punah.
3.      Daerah Islam makin meluas, permasalahan semakin kompleks, ini berarti membutuhkan petunjuk-petunjuk dari hadits-hadits Rasulullah di samping petunjuk Al-Qur’an
4.      Pemalsuan hadits makin menghebat, maka hadits harus segera diselamatkan dari pengaruh pemalsuan.
Pada periode kelima (adad ke 3 H) penulisan hadits oleh para ulama telah disempurnakan yang diawali dengan mengadakan klasifikasi antara hadits-hadits marfu’, mauquf, dan maqthu’ pada permulaan abad ke3, dan pada pertengahan abad ke 3 mulailah ulama hadits mengadakan seleksi kualitas hadits kepada shahih dan dhaif, bahkan menulis dan menyajikan hadits berdasarkan bab-bab masalah tertentu,yang dikenal dengan dengan metode Mushannaf.
Pada priode keenam (abad ke 4 sampai pertengahan abad ke 7 H) ulama hadits selain menyusun kitab-kitab hadits seperti pada periode sebelumnya, juga menyusun kitab dengan system baru yaitu Kitab Athraf, Kitab Mustakhraj, Kitab Mustadrak, dan Kitab Jami2)
Pada periode ketujuh (pertengahan abad ke 7 sampai sekarang) pada umumnya para ulama mempelajari kitab-kitab hadits yang telah ada, kemudian mengembangkannya dalam bentuk Kitab Syarah, Kitab Mukhtashar,  kitab Zaqa’id, Kitab Petunjuk (Indeks) Hadits,  Kitab Terjemah hadits, bahkan ada upaya rintisan pengkomputeran Hadits.
Periodisasi tersebut di atas 3) (periode I s.d VII) begitu mewarnai kitab- kitab yang tersusun dari masa ke masa dengan corak yang kian sempurna. Buku-buku/kitab-kitab hadits yang muncul sejak mulai dihimpunnya hadits dalam bentuk buku (periode keempat /abad ke 2 H) hingga periode ketujuh (abad ke 7) inilah sebagiannya akan dikemukanan dalam tulisan singkat ini, bahkan sebelumnya akan disinggung pula penulisan hadits pada masa Rasulullah walaupun belum berbentuk buku atau kitab.

1)        Prof.Drs. S. Wojowasito, W.J.S. Poerwadarminta,Kamus Lengkap Inggeris-Indonesia, Hasta, Bandung, 2007
2)        Drs.M.Syuhudi Ismail dalam Pengantar Ilmu Hadits pada halaman 121-122 menjelaskan :
Kitab Athraf yakni kitab Hadits yang hanya menyebut sebagian-sebagian dari matan-matan Hadits tertentu kemudian menjelaskan seluruh sanad dari matan itu, baik sanad yang berasal dari kitab Hadits yang dikutip matannya maupun dari kitab-kitab lainnya.
Kitab Mustakhraj yakni kitab Hadits yang memuat matan-matan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim atau kedua-duanya atau lainnya, kemudian si penyusun meriwayatkan matan-matan Hadits tersebut dengan sanad sendiri yang berbeda.
Kitab Mustadrak yakni kitab Hadits yang menghimpun Hadits-hadits yang memiliki Syarat-syarat Bukhari dan Muslim atau yang memiliki salah satu syarat dari keduanya.
Kitab jami’ yakni kitab Hadits yang menghimpun Hadits-hadits Nabi yang telah termuat dalam kitab-kitab yang telah ada.
3)        Periodisasi tersebut berdasarkan pendapat dan kajian Prof.Dr.T.M.Hasbi As-Shiddieqy dalan buku beliau :Sejarah Perkembangan Hadits, Bulan Bintang, Jakarta, 1974. Yang tidak bisa kita pungkiri adanya priodisasi menurut tokoh-tokoh hadits lainnya, sebagaimana yang ditulis oleh Drs M Syuhudi Ismail dalam buku beliau : Pengantar Ilmu hadits, Angkasa, Bandung, 1991, hal.69

Tidak ada komentar:

Posting Komentar